"Maaf Tuhan kami sedang sibuk", itu yang saya baca di kaos mahasiswa fakultas Ushuluddin IAIN Semarang. Yach memang kalau boleh jujur saya sendiri tidak begitu respek dengan para mahasiswa itu, mereka adalah calon Sufi yang keblinger, melakukan pendalam Ushuluddin bukan untuk menjalankannya tapi hanya sebatas kemampuan analisa dan riset ilmiah saja. Namun komentar saya untuk kaos dan label yang ada di logo kaos mereka saya tetap seperti saya yang biasanya "saya suka dengan orang yang eksentrik, mainstream dan nyleneh."
Pertama kali saya melihat kaos itu, saya tersenyum senang, pertama karena seperti yang saya bilang tadi, saya senang sekali dengan orang yang nyeleneh, dan kedua saya sedikit bersyukur pemikiran saya belum sampai melampui batas seperti itu. Alhamdulillah. Semoderat-moderatnya aku masih tetap tidak berani mengatakan atau menuliskan yang sedemikian kontroversial.
Tapi setelah memasuki bulan Ramadlan ternayata aku kualat dan terpaksa harus mengatakan "Maaf Allah saya sedang sibuk," meski hanya dalam hati bukan secara lisan, dan baru kali ini secara tertulis.
Bagaimana tidak pada bulan ini Allah begitu bermurah hati dan memberikan Prize yang tak terkira untuk ummat Islam. Bahkan Allah juga memberikan ibadah khusus yang konon tidak pernah diberikan terhadap ummat sebelumnya yaitu sholat Tarawih. Tidak tanggung-tanggung bahkan aktivitas tidur yang paling disukai oleh orang malas pun menjelma menjadi ibadah pada bulan Ramadlan.
Romadlon "awwaluhu Rohmah, awsathuhu Maghfiroh, wa akhiruhu 'Itqun min an-Nar" (awalnya adalah Rahmat, tengahnya adalah ampunan, dan puncaknya adalah pembebasan dari Neraka), betapa istimewanya bulan ini, tidak ada satu waktupun yang tidak dipenuhi dengan bonus-bonus dari Allah SWT, khusus untuk hambanya yang taat, khusus untuk kita Muslimin, terlebih khusus untuk kita semua Ummat Muhammad SAW. Ditambah lagi Grand Prize untuk orang yang mendapatkan Lailatul Qodar, ibadah satu malam lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan, alangkah beruntungnya kita.
Menegtahui keuntungan yang seperti itu, aku orang yang tidak tahu diri malah begitu saja menyia-nyiakan. Tahun ini sepertinya bulan Ramadlan tidak lagi terasa special, kecuali tiap siangnya aku harus menahan lapar dan haus untuk menjalankan iabadah puasa (yang wajib). Ya Allah, mungkin kalau pada bulan ini tidak diwajibkan berpuasa aku tidak akan menjalankan ibadah puasa yang mengandung banyak hikmah.
Hari-hari pada bulan Ramadlan, aku masih saja disibukkan dengan aktivitas kampus dan juga kesibukan-kesibukan yang lain, hampir tidak ada lagi waktu untuk secara khusus beribadah dan bermunajat kepadaMu, hampir tidak ada waktu special yang kuluangkan untuk menerima semua bonus-bonusMu yang super besar, bahkan tidak ada lagi hasrat kecuali untuk terus beraktivitas dunyawi. Sholat Tarawih yang istimewa pun sering aku tinggalkan dengan alasan aku terlalu sibuk, fisikku lelah dengan kesibukan-kesibukan lain.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Aku berpikir kalau Engkau memang Tuhan, Engkau pasti sudah tahu keadaanku yang sebenarnya, tahu bagaimana kesibukan-kesibukan ini telah menjeratku, tahu mengapa aku harus "terpaksa" berkali-kali melupakanmu. Aku tak perlu menulis seperti ini hanya untuk berapologi akan kealphaanku dalam beribadah di bulan yang penuh rahmatMu ini, aku bahkan tidak perlu merenung untuk memberitahumu bahwa aku memang sedang benar-benar sibuk sehingga tidak bisa mengkhatamkan Al-Quran meskipun hanya satu kali pada bulan ini.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Bukankan bagaimanapun juga kewajiban itu selalu berada di atas semua sunnah, Engkau seharusnya juga tahu aktivitas yang aku jalankan saat ini adalah kewajibanku sehari-hari, tidak bisa aku tinggalkan, sedangkan semua tawaranmu yang sering aku lalaikan adalah pekerjaan sunnah, kalau saja semua itu wajib, tentunya akan aku jalankan dengan "terpaksa". Buktinya sampai saat ini aku masih menjalankan ibadah puasa yang menjadi kewajibanku sebagai ummat Islam.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Ah untuk apa aku berapologi panjang lebar, toh Engkau adalah Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, bahkan juga mengetahui semua yang kutuliskan disini hanyalah alasan-alasan kosong untuk menutupi rasa bersalahku kepadaMu, untuk menghindari kemurkaanMu, juga untuk bisa lepas dari cercaan makhluk-makhlukMu. Fa Hab Li, taubatan ya Dzal Djalali.
Pertama kali saya melihat kaos itu, saya tersenyum senang, pertama karena seperti yang saya bilang tadi, saya senang sekali dengan orang yang nyeleneh, dan kedua saya sedikit bersyukur pemikiran saya belum sampai melampui batas seperti itu. Alhamdulillah. Semoderat-moderatnya aku masih tetap tidak berani mengatakan atau menuliskan yang sedemikian kontroversial.
Tapi setelah memasuki bulan Ramadlan ternayata aku kualat dan terpaksa harus mengatakan "Maaf Allah saya sedang sibuk," meski hanya dalam hati bukan secara lisan, dan baru kali ini secara tertulis.
Bagaimana tidak pada bulan ini Allah begitu bermurah hati dan memberikan Prize yang tak terkira untuk ummat Islam. Bahkan Allah juga memberikan ibadah khusus yang konon tidak pernah diberikan terhadap ummat sebelumnya yaitu sholat Tarawih. Tidak tanggung-tanggung bahkan aktivitas tidur yang paling disukai oleh orang malas pun menjelma menjadi ibadah pada bulan Ramadlan.
Romadlon "awwaluhu Rohmah, awsathuhu Maghfiroh, wa akhiruhu 'Itqun min an-Nar" (awalnya adalah Rahmat, tengahnya adalah ampunan, dan puncaknya adalah pembebasan dari Neraka), betapa istimewanya bulan ini, tidak ada satu waktupun yang tidak dipenuhi dengan bonus-bonus dari Allah SWT, khusus untuk hambanya yang taat, khusus untuk kita Muslimin, terlebih khusus untuk kita semua Ummat Muhammad SAW. Ditambah lagi Grand Prize untuk orang yang mendapatkan Lailatul Qodar, ibadah satu malam lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan, alangkah beruntungnya kita.
Menegtahui keuntungan yang seperti itu, aku orang yang tidak tahu diri malah begitu saja menyia-nyiakan. Tahun ini sepertinya bulan Ramadlan tidak lagi terasa special, kecuali tiap siangnya aku harus menahan lapar dan haus untuk menjalankan iabadah puasa (yang wajib). Ya Allah, mungkin kalau pada bulan ini tidak diwajibkan berpuasa aku tidak akan menjalankan ibadah puasa yang mengandung banyak hikmah.
Hari-hari pada bulan Ramadlan, aku masih saja disibukkan dengan aktivitas kampus dan juga kesibukan-kesibukan yang lain, hampir tidak ada lagi waktu untuk secara khusus beribadah dan bermunajat kepadaMu, hampir tidak ada waktu special yang kuluangkan untuk menerima semua bonus-bonusMu yang super besar, bahkan tidak ada lagi hasrat kecuali untuk terus beraktivitas dunyawi. Sholat Tarawih yang istimewa pun sering aku tinggalkan dengan alasan aku terlalu sibuk, fisikku lelah dengan kesibukan-kesibukan lain.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Aku berpikir kalau Engkau memang Tuhan, Engkau pasti sudah tahu keadaanku yang sebenarnya, tahu bagaimana kesibukan-kesibukan ini telah menjeratku, tahu mengapa aku harus "terpaksa" berkali-kali melupakanmu. Aku tak perlu menulis seperti ini hanya untuk berapologi akan kealphaanku dalam beribadah di bulan yang penuh rahmatMu ini, aku bahkan tidak perlu merenung untuk memberitahumu bahwa aku memang sedang benar-benar sibuk sehingga tidak bisa mengkhatamkan Al-Quran meskipun hanya satu kali pada bulan ini.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Bukankan bagaimanapun juga kewajiban itu selalu berada di atas semua sunnah, Engkau seharusnya juga tahu aktivitas yang aku jalankan saat ini adalah kewajibanku sehari-hari, tidak bisa aku tinggalkan, sedangkan semua tawaranmu yang sering aku lalaikan adalah pekerjaan sunnah, kalau saja semua itu wajib, tentunya akan aku jalankan dengan "terpaksa". Buktinya sampai saat ini aku masih menjalankan ibadah puasa yang menjadi kewajibanku sebagai ummat Islam.
"Maaf Allah saya sedang sibuk". Ah untuk apa aku berapologi panjang lebar, toh Engkau adalah Tuhan yang mengetahui segala sesuatu, bahkan juga mengetahui semua yang kutuliskan disini hanyalah alasan-alasan kosong untuk menutupi rasa bersalahku kepadaMu, untuk menghindari kemurkaanMu, juga untuk bisa lepas dari cercaan makhluk-makhlukMu. Fa Hab Li, taubatan ya Dzal Djalali.
Fa in taghfir fa anta lidzaka ahlun * wa in tathrud faman narjuu siwaKa
Komentar