Pernah suatu ketika Abu Bakar Ash-Shidiq salah satu sahabat nabi yang paling hebat, mendapat tamu pada jam makan. Tuan rumah yang baik tentu saja tidak akan meninggalkan tamunya dalam keadaan lapar, maka beliau pun menyuruh putranya untuk menyiapkan makanan untuk para tamunya tersebut. Sementara beliau sendiri lebih suka makan bersama putrinya dan menantunya yaitu Siti (Sayyidatina) 'Aisyah dan Rasulullah SAW.
Akhirnya untuk urusan perjamuan makan diserahkan kepada putranya, sedangkan beliau pergi sejenak untuk makan bersama Rasulullah.
Setelah makanan dihidangkan dan tamu dipersilahkan untuk makan, para tamu malah bertanya tentang Abu Bakar, kemudian putranya menjawab bahwa Abu Bakar saat itu sedang pergi ke rumah Rasulullah untuk makan, dan menyerahkan tanggung jawab perjamuan kepada putranya. Langsung saja para tamu tadi menolak untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan kecuali sang tuan rumah (Abu Bakar) mau menyantapnya terlebih dahulu.
Setelah selesai makan, Abu Bakar pun pulang ke rumah untuk bertemu dengan tamunya, beliau mendapati makanan yang telah dihidangkan sama sekali belum disantap, dengan perasaan marah beliau bertanya kepada putranya kenapa para tamu belum juga makan. Dan putra beliau menceritakan kejadian setelah ayahnya pergi.
Mendengar cerita dari putranya, kemudian Abu Bakar menemui para tamunya, dengan luapan emosi Abu Bakar bersumpah bahwa beliau tidak akan makan selamanya.
Setelah beberapa waktu berselang kejadian tersebut, singkat cerita ternyata sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq melanggar sumpah yang diucapkannya (sumpah tidak akan makan selamanya.red), dan sebagai tebusannya beliau berpuasa selama tiga hari.
Sejenak mungkin terlintas di pikiran kita ternyata Abu Bakar sang Ash-Shidiq adalah seseorang yang inkonsisten dan tidak bertanggung jawab atas sumpah yang telah diucapkannya. Sebuah sumpah yang kita anggap begitu sakral ternyata begitu saja dilanggar oleh beliau, bukankah ini merupakan contoh yang tidak patut untuk ditiru? Atau tidak?
Seperti dalam cerita di atas, memang adakalanya kita sebagai manusia biasa tidak mampu menahan emosi dan mengeluarkan kata-kata sumpah yang tidak dapat kita jalankan, atau mungkin dapat kita laksanakan tetapi berakibat buruk bagi kita sendiri ataupun bagi orang lain. Pernah juga saya mendengar cerita ada seseorang suami yang emosi kepada istrinya dan bersumpah tidak akan tidur bersama lagi.
Pada situasi tersebut, Islam sendiri menganjurkan untuk melanggar sumpah yang seperti itu, tentunya dengan konsekwensi menjalankan hukuman yaitu berpuasa selama tiga hari. Lebih jauh lagi setelah mentelaah beberapa kitab fiqih, ternyata hukum menjalankan sumpah adalah sunnah, artinya secara fiqih kita tidak melakukan dosa dengan melanggar sumpah yang telah kita ucapkan. Meskipun kita harus berpuasa selama tiga hari sebagai hukuman atas pelanggaran sumpah tersebut.
Bagaimanapun juga kita tetap tidak boleh begitu saja mempermainkan kata-kata sumpah, Imam Syafi'i RA menganjurkan untuk tidak mengucapkan sumpah kecuali untuk hal-hal yang memang sangat penting, misal untuk kesaksian pengadilan dan lain sebagainya. Bahkan, seperti yang difatwakan guru saya (untuk ini saya tidak menemukan dasar tertulis kecuali rasio dan fatwa guru saya), jangan sekali-kali bersumpah menggunakan nama Allah, kecuali bila kita memang yakin bisa menepatinya.
Memang kita tidak berdosa karena mengucapkan sumpah, namun kita berdosa karena berani menggunakan Asma Allah untuk sesuatu yang tidak kita tepati, termasuk menggunakan Asma Allah untuk lips service adalah suatu tindak pelecehan yang sangat berbahaya. Masih kurang juga, mungkin jika anda punya waktu untuk menelaah Shahih Bukhori, anda akan mendapati Hadits yang menjelaskan larangan bersumpah menggunakan Asma Allah untuk hal keduniaan termasuk persengketaan harta benda dalam pengadilan.
Berhati-hatilah dengan lidah anda, meskipun sangat lentur lidah dapat lebih tajam dari samurai, dan lebih berbahaya dari Nuklir. Seperti dalam hadits yang kurang lebih artinya sebagai berikut :
"... Ingatlah, dalam tubuh ada segumpal darah yang jika dia baik maka baik pula seluruh tubuh, dan jika ia buruk, maka buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah dia adalah HATI."
Eh salah hadits ya? Ya sudahlah pokoknya kurang lebih begitu, saya yakin anda dapat memahami dan berfikir sendiri.
Allahuma anfa'na bima 'allamtana, wa 'allimna ma yanfa'una, Amiin.
Akhirnya untuk urusan perjamuan makan diserahkan kepada putranya, sedangkan beliau pergi sejenak untuk makan bersama Rasulullah.
Setelah makanan dihidangkan dan tamu dipersilahkan untuk makan, para tamu malah bertanya tentang Abu Bakar, kemudian putranya menjawab bahwa Abu Bakar saat itu sedang pergi ke rumah Rasulullah untuk makan, dan menyerahkan tanggung jawab perjamuan kepada putranya. Langsung saja para tamu tadi menolak untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan kecuali sang tuan rumah (Abu Bakar) mau menyantapnya terlebih dahulu.
Setelah selesai makan, Abu Bakar pun pulang ke rumah untuk bertemu dengan tamunya, beliau mendapati makanan yang telah dihidangkan sama sekali belum disantap, dengan perasaan marah beliau bertanya kepada putranya kenapa para tamu belum juga makan. Dan putra beliau menceritakan kejadian setelah ayahnya pergi.
Mendengar cerita dari putranya, kemudian Abu Bakar menemui para tamunya, dengan luapan emosi Abu Bakar bersumpah bahwa beliau tidak akan makan selamanya.
Setelah beberapa waktu berselang kejadian tersebut, singkat cerita ternyata sahabat Abu Bakar Ash-Shidiq melanggar sumpah yang diucapkannya (sumpah tidak akan makan selamanya.red), dan sebagai tebusannya beliau berpuasa selama tiga hari.
Sejenak mungkin terlintas di pikiran kita ternyata Abu Bakar sang Ash-Shidiq adalah seseorang yang inkonsisten dan tidak bertanggung jawab atas sumpah yang telah diucapkannya. Sebuah sumpah yang kita anggap begitu sakral ternyata begitu saja dilanggar oleh beliau, bukankah ini merupakan contoh yang tidak patut untuk ditiru? Atau tidak?
Seperti dalam cerita di atas, memang adakalanya kita sebagai manusia biasa tidak mampu menahan emosi dan mengeluarkan kata-kata sumpah yang tidak dapat kita jalankan, atau mungkin dapat kita laksanakan tetapi berakibat buruk bagi kita sendiri ataupun bagi orang lain. Pernah juga saya mendengar cerita ada seseorang suami yang emosi kepada istrinya dan bersumpah tidak akan tidur bersama lagi.
Pada situasi tersebut, Islam sendiri menganjurkan untuk melanggar sumpah yang seperti itu, tentunya dengan konsekwensi menjalankan hukuman yaitu berpuasa selama tiga hari. Lebih jauh lagi setelah mentelaah beberapa kitab fiqih, ternyata hukum menjalankan sumpah adalah sunnah, artinya secara fiqih kita tidak melakukan dosa dengan melanggar sumpah yang telah kita ucapkan. Meskipun kita harus berpuasa selama tiga hari sebagai hukuman atas pelanggaran sumpah tersebut.
Bagaimanapun juga kita tetap tidak boleh begitu saja mempermainkan kata-kata sumpah, Imam Syafi'i RA menganjurkan untuk tidak mengucapkan sumpah kecuali untuk hal-hal yang memang sangat penting, misal untuk kesaksian pengadilan dan lain sebagainya. Bahkan, seperti yang difatwakan guru saya (untuk ini saya tidak menemukan dasar tertulis kecuali rasio dan fatwa guru saya), jangan sekali-kali bersumpah menggunakan nama Allah, kecuali bila kita memang yakin bisa menepatinya.
Memang kita tidak berdosa karena mengucapkan sumpah, namun kita berdosa karena berani menggunakan Asma Allah untuk sesuatu yang tidak kita tepati, termasuk menggunakan Asma Allah untuk lips service adalah suatu tindak pelecehan yang sangat berbahaya. Masih kurang juga, mungkin jika anda punya waktu untuk menelaah Shahih Bukhori, anda akan mendapati Hadits yang menjelaskan larangan bersumpah menggunakan Asma Allah untuk hal keduniaan termasuk persengketaan harta benda dalam pengadilan.
Berhati-hatilah dengan lidah anda, meskipun sangat lentur lidah dapat lebih tajam dari samurai, dan lebih berbahaya dari Nuklir. Seperti dalam hadits yang kurang lebih artinya sebagai berikut :
"... Ingatlah, dalam tubuh ada segumpal darah yang jika dia baik maka baik pula seluruh tubuh, dan jika ia buruk, maka buruk pula seluruh tubuh. Ketahuilah dia adalah HATI."
Eh salah hadits ya? Ya sudahlah pokoknya kurang lebih begitu, saya yakin anda dapat memahami dan berfikir sendiri.
Allahuma anfa'na bima 'allamtana, wa 'allimna ma yanfa'una, Amiin.
Komentar