Ada sebuah fakta menarik yang perlu diketahui ummat Islam Indonesia menyangkut dengan hari kemenangan yang selama ini disambut dengan cukup meriah. Bukan, bukan berhubungan dengan ideologi paradigma atau syariat beragama, tapi berhubungan erat dengan attitude dan budaya. Ternyata kebiasaan melaksanakan lebaran Idul Ftri dengan cara silaturrahim dan saling meminta maaf adalah budaya Indonesia, tidak ada Nash Qur'an atau Hadits yang menyebutkan tentang hal itu. Di luar negeri bahkan di negara Arab, tidak ada yang melaksanakan hal yang sama dilaksanakan ummat Muslim Indonesia.
Kalau boleh sedikit menelaah, ternyata Halal bi Halal bukanlah bahasa arab. Dalam artian tidak memenuhi susunan bahasa arab yang pas dan benar, memang terangkai dari kalimat Arab yaitu "Halal" dan disambung dengan "bi", namun dalam bahasa arab sama sekali mengenal istilah Halal bi Halal, sehingga ada suatu anekdot tentang seorang Kyai yang mendapat undang Halal bi Halal malah kebingungan. Sang Kyai bingung dengan istilah tersebut, dan malah menyangka acara tersebut adalah acara pernikahan, karena Halal bi Halal diterjemahkan sebagai memberikan barang yang sebelumnya Haram menjadi Halal kepada orang lain dengan timbal balik meng-Halal-kan pula barang Haram yang dimiliki orang tersebut.
Artinya Halal bi Halal adalah suatu Bid'ah yang dikarang oleh orang Indonesia, sama sekali tidak pernah ada pada Zaman Rasulullah. Haramkah? Hey tunggu dulu apakah semua Bid'ah itu Haram?
Ok sekali lagi, saya tidak sedang membahas tentang syariat, di sini saya sedang ingin membahas kebudayaan dan sedikit attitude ummat Muslim Indonesia.
Kebudayaan Silaturrahim pada Idul Fitri dan pelaksanaan acara Halal bi Halal timbul karena keinginan untuk terlepas dari semua dosa dan kesalahan sehingga benar-benar kembali kepada Fitrah (kesucian). Setelah melakukan peleburan dosa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadlan, seorang Muslim sudah terlepas dari tanggunngan dosa-dosa yang bersifat Hablun min Allah (Hubungan dengan Tuhan), kemudian untuk melengkapi pembersihan dosanya, para Ulama Muslim Jawa melaksanakan Silaturrahim dan secara lisan mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada sesamanya. Dengan begitu tuntas sudah tanggungan dosa Hablun min Annas (hubungan dengan sesama manusia), dan benar-benar kembali kepada kesucian.
Terdapat sedikit pergeseran pengertian. Kebudayaan meminta maaf pada Idul Fitri kemudian diartikan sebagai ritual khusus yang tidak boleh ditinggalkan, bahkan ada yang sedikit kebablasen mengartikan untuk meminta maaf perlu menunggu sampai bulan Syawal pada saat Idul Fitri, seperti juga kesalahan mengartikan kasih sayang hanya ditumpahkan pada hari Valentine.
Teringat cerita orang tua saya, pada zaman dahulu perlu menghabiskan waktu sehari penuh hanya untuk meminta maaf pada keluarga dekat, karena ketulusan hati untuk meminta maaf yang diungkapkan dengan kalimat lisan yang sangat panjang. Lebaran tahun ini saya hanya cukup menghabiskan waktu setengah hari untuk meminta maaf kepada keluarga dekat plus tetangga-tetangga dekat, relatif lebih cepat dan efisien bukan ;-).
Karena kemajuan zaman dan begitu padatnya penduduk sehingga orang seringkali tidak sempat untuk bertemu semua orang yang dia kenal untuk meminta maaf satu persatu, kemudian untuk mensiasati itu dilaksanakan acara Halal bi Halal untuk menyatukan seluruh elemen sehingga mereka yang jarang bertemu bisa berkumpul dalam satu ruang dan waktu, serta tentu saja dapat meminta maaf secara massal kepada orang-orang yang bersangkutan. Mungkin hanya diperlukan waktu beberapa jam saja untuk meminta maaf kepada ratusan orang. Wow yang ini lebih efisien dan lebih cepat.
Teknologi selalu bertujuan untuk membuat hidup manusia lebih mudah, termasuk dalam telekomunikasi. Ada telepon, hand phone, email, surat, dan lain sebagainya. Yang sangat saya sukai adalah adanya e-card yang memungkinkan saya mengirimkan kartu berupa ekspresi kegembiraaan atau kesedihan, dan tentunya juga memeberikan suatu ucapan kepada orang lain dengan mudah dan cukup meriah. Sebelum lebaran saya sudah mengirimkan e-card "Selamat hari raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan bathin" kepada puluhan teman saya, dan kesemuanya cuma menghabiskan waktu sekitar seperempat sampai setengah jam. Sangat enak bukan.
Tidak ketinggalan ada teknologi yang membuat komunikasi jarak jauh menjadi sangat mudah dan relatif murah, yaitu dengan menggunakan SMS. Tentu saja saya memanfaatkan teknologi ini untuk mengucapkan selamat berlebaran lengkap dengan kalimat (sedikit puitis) untuk meminta maaf kepada ratusan orang yang saya kenal, dan untuk prosesnya hanya perlu meluangkan waktu sekitar beberapa menit. That's Amazing, isn't that?
Saya tidak akan memberi komentar lebih lanjut tentang kebiasaan yang sudah menjelma menjadi kebudayaan tersebut, kecuali dengan komentar "benar-benar efisien". Apalagi sampai berani menjustifikasi benar atau salah, itu bukan hak saya, itu adalah pilihan anda. Sebagai penulis saya hanya bisa memberi tambahan tulisan "Al Ajru bi Qodri At Ta'ab" (Hasil itu sesuai dengan kesulitannya).
Komentar