Seperti biasanya dalam pengajian yang lain, beberapa saat yang lalu aku juga mendengar kata itu dari seorang khotib sholat Jum'ah. Intinya adalah sebagai manusia kita tidak boleh sombong, karena semua yang kita miliki adalah milik Allah sebagai Tuhan, kita sama sekali tidak mempunyai hak sedikitpun untuk membanggakan apa yang kita miliki.
Bahkan (selanjutnya adalah pemikiran sendiri), dalam Al Qur'an pun kita disuruh untuk mengakui segala kelemahan berasal dari diri kita dan semua kebaikan dan kesempurnaa adalah hak mutlak dari Allah sang Pencipta, "dan katakanlah bila kamu melakukan kebaikan ini adalah karena Rahmat Allah, dan bila kamu melakukan kesalahan itu adalah karena keteledoranmu sendiri." Betapa kita tidak berhak mengakui kesempurnaan yang kita peroleh barang sedikitpun.
Lalu di sisi lain, pernahkah anda mendengar seorang ulama' bernama syaikh Jalaluddin As Suyuthi, salah satu pengarang Tafsir Jalalain yang sangat terkenal, beliau juga mengarang kitab Qowaid al Fiqh yang juga tidak kalah terkenalnya di kalangan pesantren yaitu "(waduh lupa nanti kalau ingat tak edit)".
Dalam kitab yang membahas kaidah-kaidah Fiqh ala Madzhab Syafi'i ini, beliau sangat berbusa-busa untuk membanggakannya, beliau bahkan menyebut kitab ini sebagai intisari ilmu seumur hidup. Ya memang kitab ini sangat bagus sekali, membahas kaidah Fiqh dasar dengan tidak berbelit-belit, dan dengan contoh yang mudah dipahami, tapi untuk sebuah kitab yang tebalnya sekitar tiga ratusan lembar, bukankah ini komentar yang berlebihan. Salah satu bentuk kesombongan yang ditunjukkan oleh Ulama' sekaliber syaikh Jalaluddin As Suyuthi.
Masih kurang lagi, pernahkah anda mendengar nama Syaikh Zakariyya Al Anshori? Seorang ulama' ahli Fiqih, seorang Qodli (hakim agama), seorang mujaddid (pembaharu Islam) dan juga salah seorang ulama' paling alim pada zamannya. Seringkali ulama terdahulu memberikan Syarah (penjelasan) dan khasyiah (catatan) pada kitab karangan ulama lain sehingga menjadi lebih mudah dipahami, sedangkan Syaik Zakariya adalah salah satu ulama yang unik (kalau tidak boleh dibilang kontroversi) beliau gemar sekali mengarang kitab dan juga mengarang kitab Syarah dan Khasyiah kitab-kitabnya sendiri.
Bukan cuma itu, dalam kitab Syarah dan Khasyiyahnya beliau sering sekali membanggakan dan mengunggulkan kitab hasil karangannya dibandingkan dengan kitab karangan ulama lain. Beliau juga yang mempopulerkan kalimat "wa ta'biri aula" (argumenku lebih baik) dan juga "hadza min ziyadati" (keterangan seperti ini hanya aku yang bisa menambahi). Lebih dari itu, suatu ketika beliau ditanya tentang ketetapan hukumnya yang agak kontroversial (berbeda dengan ulama lain), beliau menjawab dengan santai "man yahfadz hujjatan 'ala man lam yahfadz" (orang yang hafal materi itu lebih unggul daripada orang yang tidak hafal). Betapa sombong beliau.
Ada lagi Imam ibn Malik, sang maestro pengarang kitab Al-Fiyah sebuah kitab Nahwu Shorof (gramatika arab) yang sangat populer, dalam kitabnya itu dia mengunggulkan kitabnya dibanding kitab pendahulunya Imam ibn Mu'thi, namun setelah beliau bermimpi bertemu imam ibn Mu'thi akhirnya belian memberikan komentar selanjutnya "wa huwa bi sabqin chaizun tafdlila, mustawjibun tsanaiy al jamiila" (karena beliau adalah sang pelopor maka wajib bagiku untuk menyanjungnya dengan sanjungan yang baik).
Sekilas bukankah itu semua termasuk dari kesombongan dan membanggakan diri sendiri (ujub) bahkan riya ke orang banyak atas kehebatan ilmunya? Tapi bagaimana lagi, mau tidak mau kita harus menganggukkan kepala tanda setuju betapa tinggi ilmu yang dimiliki dan betapa istimewa kitab yang mereka hasilkan, namun apakah sombong tetap diperbolehkan?
Silahkan anda menjawabnya......!!!!
Jawaban saya ada pada artikel selanjutnya..... ;-)
Komentar