Artikel ini terinspirasi ketika suatu jum'at, tepatnya saat sholat jum'at segera dimulai, saat itu pulalah kantuk menyerang saya. Dengan agak samar saya mendengar Muroqqi membaca sebuah hadits nabi "idza qulta lishohibika yaumal jum'ati anshit wal imamu yakhtubu faqod laghout, anshitu wasma'uu wa athi'u rohimakumullah" dengan suara agak serak-serak gimana.
Sesaat kemudian khotib sudah mulai dengan khutbahnya, saat itu pula saya sudah kewalahan menghadapi nafsu hayawaniah berupa kantuk, dan dalam sekejap saya pun tertidur, mendengar khutbah, jangan harap. Entah beberapa lama saya tertidur, tiba-tiba di tengah khutbah, saya dikagetkan sesuatu, ternyata orang yang berada di samping saya membangunkan saya serambi menyodorkan sebuah kotak amal yang biasa diedarkan sewaktu imam berkhutbah. Sangat tidak enak sekali, enak-enak tidur kok diganggu.
Terlerpas dari perasaan saya yang terganggu karena terganggu kenikmatan ngantuknya, saya tiba-tiba merasa heran, sewaktu imam khutbah sama sekali tidak ada seorangpun yang membangunkan saya untuk mendengarkan khutbah, tapi ketika kotak amal beredar saya dibangunkan hanya untuk mengedarkan kotak tersebut. OK cukup uneg-unegnya sekarang ke pokok pembahasan.
Hadits yang saya dengar tadi, apakah hanya sekedar menjadi suatu bacaan rutinitas sebelum khutbah, ataukah suatu peringatan yang memberikan rule of the game yang seharusnya dipatuhi oleh para jamaah Jum'ah?
"Jika engkau berkata kepada temanmu 'ssssst' pada hari Jum'ah dan imam sedang berkhutbah, maka sholat Jum'ahmu tersia-sia" begitulah kurang lebih terjemahan dari hadits yang saya tulis di atas. Di sini saya terjemahkan kata "anshit" (biasanya diterjemahkan "diam!" tapi di sini saya terjemahkan) dengan "ssssssst", karena kira-kira seperti itulah cara yang sering kita pergunakan untuk mencegah orang berbicara.
Kalau kata "ssssssst" saja sudah dapat menjadikan sholat jum'ah tersia-sia, apalagi dengan gerakan-gerakan tangan (dan bahkan mungkin sedikit gerakan badan) yang kita lakukan untuk mengedarkan kotak amal. Apa tidak semakin tersia-sia Jum'atan kita?
"Oh itu kan tujuannya agar orang gemar bershodaqoh (tepatnya waqof) untuk masjid, kalau bukan saat itu, kapan lagi?". Kalau demikian alasan yang digunakan, malah kemusykilan saya semakin bertambah. Apakah itu satu-satunya cara untuk menarik orang agar berderma untuk masjid? Lalu bagaimana dengan kotak amal statis (tidak berjalan) yang seringkali ada di beberapa ruang masjid dan biasanya juga ada di tengah-tengah pintu yang mudah dicapai orang.
"Oh kalau itu tetap jalan, tapi pada saat khotib berkhutbahlah orang-orang paling banyak dan sering memasukkan uang ke kotak amal, alasannya.......". OK cukup, alasan yang bagus sekali, bagus sekali untuk meruntuhkan alasan "derma" anda. Ternyata masyarakat kita secara tak sadar telah digerogoti penyakit riya atau paling tidak 'ujub yang cukup parah. Kita lebih suka berderma ketika ada banyak orang atau paling tidak ketika ada yang menyuruh untuk berderma. Pun kalau kita beralasan "kalau waktu itu (khutbah) kan derma kita tidak terlihat orang, bukankah derma yang baik adalah yang tidak terlihat oleh orang lain?". Apa salahnya kalau kita berbuat baik terlihat orang lain? Kalau karena terlihat orang lain, lantas mencegah kita berbuat kebaikan, bukankah itu sebenarnya kesombongan kita ('ujub bahkan 'ainur riya).
"Man ya'mal li annaas fahuwa syirk as shoghir, wa man lam ya'mal li annas fahuwa 'ainur Riya" barang siapa beramal karena manusia maka itulah syirik kecil, dan barang siapa meninggalkan amal karena manusia maka itulah hakikatnya riya. Itulah yang saya pelajari dari Hadlorot Asy Syekh guru saya, kalau ada yang tidak setuju, monggo!! saya siap melayani ketidak puasan anda.
Sebenarnya persoalan tersia-sia Jum'ah ini bukan hanya tertutup pada kasus kotak amal saja, tapi juga kasus bersalaman setelah sholat sunnah dengan orang di kanan kiri (bahkan terkadang juga dengan orang yang ada di belakang dan di depannya). Saat mustami'in sedang asyik mendengarakan khutbah, tiba-tiba teman di sampingnya menyodorkan tangan mengajak bersalaman, pyuh mengganggu sekali.
Saya tidak memvonis perbuatan-perbuatan tadi (berderma dengan kotak amal, bersalaman setelah salaman, dan lain-lain) adalah perbuatan yang salah. Saya bukan tipe orang yang suka mengkapling "ini adalah bid'ah karena tidak ada pada zaman Rasul", saya hanya mengatakan ini adalah tempat yang kurang tepat melakukan "amal" tersebut.
Seperti artikel saya yang lain, ini adalah suatu pemikiran liar bercorak fiqh dengan minimnya intervensi tasawuf. Anda boleh tidak setuju dengan artikel ini, mungkin karena ilmu anda lebih tinggi, atau malah karena anda kurang bisa memahami yang saya maksudkan.
Kalau memang anda mempunyai counter attack terhadap pemikiran saya, saya akan sangat senang sekali bertukar pikiran. Mungkin kita akan menjadi partner yang baik dalam berpikir Islami, atau malah musuh bebuyutan yang "sholeh".
Sesaat kemudian khotib sudah mulai dengan khutbahnya, saat itu pula saya sudah kewalahan menghadapi nafsu hayawaniah berupa kantuk, dan dalam sekejap saya pun tertidur, mendengar khutbah, jangan harap. Entah beberapa lama saya tertidur, tiba-tiba di tengah khutbah, saya dikagetkan sesuatu, ternyata orang yang berada di samping saya membangunkan saya serambi menyodorkan sebuah kotak amal yang biasa diedarkan sewaktu imam berkhutbah. Sangat tidak enak sekali, enak-enak tidur kok diganggu.
Terlerpas dari perasaan saya yang terganggu karena terganggu kenikmatan ngantuknya, saya tiba-tiba merasa heran, sewaktu imam khutbah sama sekali tidak ada seorangpun yang membangunkan saya untuk mendengarkan khutbah, tapi ketika kotak amal beredar saya dibangunkan hanya untuk mengedarkan kotak tersebut. OK cukup uneg-unegnya sekarang ke pokok pembahasan.
Hadits yang saya dengar tadi, apakah hanya sekedar menjadi suatu bacaan rutinitas sebelum khutbah, ataukah suatu peringatan yang memberikan rule of the game yang seharusnya dipatuhi oleh para jamaah Jum'ah?
"Jika engkau berkata kepada temanmu 'ssssst' pada hari Jum'ah dan imam sedang berkhutbah, maka sholat Jum'ahmu tersia-sia" begitulah kurang lebih terjemahan dari hadits yang saya tulis di atas. Di sini saya terjemahkan kata "anshit" (biasanya diterjemahkan "diam!" tapi di sini saya terjemahkan) dengan "ssssssst", karena kira-kira seperti itulah cara yang sering kita pergunakan untuk mencegah orang berbicara.
Kalau kata "ssssssst" saja sudah dapat menjadikan sholat jum'ah tersia-sia, apalagi dengan gerakan-gerakan tangan (dan bahkan mungkin sedikit gerakan badan) yang kita lakukan untuk mengedarkan kotak amal. Apa tidak semakin tersia-sia Jum'atan kita?
"Oh itu kan tujuannya agar orang gemar bershodaqoh (tepatnya waqof) untuk masjid, kalau bukan saat itu, kapan lagi?". Kalau demikian alasan yang digunakan, malah kemusykilan saya semakin bertambah. Apakah itu satu-satunya cara untuk menarik orang agar berderma untuk masjid? Lalu bagaimana dengan kotak amal statis (tidak berjalan) yang seringkali ada di beberapa ruang masjid dan biasanya juga ada di tengah-tengah pintu yang mudah dicapai orang.
"Oh kalau itu tetap jalan, tapi pada saat khotib berkhutbahlah orang-orang paling banyak dan sering memasukkan uang ke kotak amal, alasannya.......". OK cukup, alasan yang bagus sekali, bagus sekali untuk meruntuhkan alasan "derma" anda. Ternyata masyarakat kita secara tak sadar telah digerogoti penyakit riya atau paling tidak 'ujub yang cukup parah. Kita lebih suka berderma ketika ada banyak orang atau paling tidak ketika ada yang menyuruh untuk berderma. Pun kalau kita beralasan "kalau waktu itu (khutbah) kan derma kita tidak terlihat orang, bukankah derma yang baik adalah yang tidak terlihat oleh orang lain?". Apa salahnya kalau kita berbuat baik terlihat orang lain? Kalau karena terlihat orang lain, lantas mencegah kita berbuat kebaikan, bukankah itu sebenarnya kesombongan kita ('ujub bahkan 'ainur riya).
"Man ya'mal li annaas fahuwa syirk as shoghir, wa man lam ya'mal li annas fahuwa 'ainur Riya" barang siapa beramal karena manusia maka itulah syirik kecil, dan barang siapa meninggalkan amal karena manusia maka itulah hakikatnya riya. Itulah yang saya pelajari dari Hadlorot Asy Syekh guru saya, kalau ada yang tidak setuju, monggo!! saya siap melayani ketidak puasan anda.
Sebenarnya persoalan tersia-sia Jum'ah ini bukan hanya tertutup pada kasus kotak amal saja, tapi juga kasus bersalaman setelah sholat sunnah dengan orang di kanan kiri (bahkan terkadang juga dengan orang yang ada di belakang dan di depannya). Saat mustami'in sedang asyik mendengarakan khutbah, tiba-tiba teman di sampingnya menyodorkan tangan mengajak bersalaman, pyuh mengganggu sekali.
Saya tidak memvonis perbuatan-perbuatan tadi (berderma dengan kotak amal, bersalaman setelah salaman, dan lain-lain) adalah perbuatan yang salah. Saya bukan tipe orang yang suka mengkapling "ini adalah bid'ah karena tidak ada pada zaman Rasul", saya hanya mengatakan ini adalah tempat yang kurang tepat melakukan "amal" tersebut.
Seperti artikel saya yang lain, ini adalah suatu pemikiran liar bercorak fiqh dengan minimnya intervensi tasawuf. Anda boleh tidak setuju dengan artikel ini, mungkin karena ilmu anda lebih tinggi, atau malah karena anda kurang bisa memahami yang saya maksudkan.
Kalau memang anda mempunyai counter attack terhadap pemikiran saya, saya akan sangat senang sekali bertukar pikiran. Mungkin kita akan menjadi partner yang baik dalam berpikir Islami, atau malah musuh bebuyutan yang "sholeh".
Komentar
[/url].